Langsung ke konten utama

THE EVOLUTION OF FRAUD THEORY

EVOLUSI TEORI FRAUD
Pada perkembangannya faktor – faktor pendorong adanya fraud semakin berkembang, pada awalnya hanya 3 faktor yang mendorong adanya fraud, 3 faktor tersebut dinamakan teori fraud triangle, namun akhirnya banyak faktor – faktor lain yang muncul. Pada akhirnya teori fraud tersebut juga berkembang. Berikut evolusi dari teori fraud :

1.      Teori Fraud Triangle
Teori Fraud Triangle ini di kemukakan oleh Donald Cressey pada tahun 1953. Namun konsep fraud triangle pertama kali diperkenalkan dalam SAS No. 99 yaitu standar audit di Amerika Serikat yang terdiri dari: tekanan, kesempatan dan rasionalisasi.

·         Tekanan ( Pressure )
Tekanan adalah suatu bentuk dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, contohnya utang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial. Namun, banyak juga yang terdorong oleh karena keserakahan.
·         Kesempatan ( Opportunity )
Kesempatan merupakan peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Hal ini biasanya disebabkan karena internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangleopportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalkan melalui penerapan proses, prosedur, control, dan upaya deteksi dini terhadap fraud.
·         Rasionalisasi ( Rationalization )
Rasionalisasi yaitu sikap yang ditunjukkan oleh pelaku dengan melakukan justifikasi atas perbuatan yang dilakukan. Hal ini merujuk pada sikap, karakter atau sistem nilai yang dianut oleh pelakunya. Rasionalisasi mengacu pada fraud yang bersifat situasional. Pelaku akan mengatakan: “I’m only borrowing they moneyI’ll pay it back”, “Everyone does it”, “I’m not hurting anyone”, “It’s for a good purpose”, dan“It’s not that serious”. Sikap dan perilaku rasionalisasi bisa juga akan melahirkan perilaku serakah.

2.      Teori Fraud Diamond
Pada kenyataannya Teori Fraud Triangle dapat berkembang sehingga memunculkan satu faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam hal pendorong terjadinya fraud, faktor tersebut adalah Individual Capability. Individual Capability adalah sifat dan kemampuan pribadi seseorang yang mempunyai peranan besar yang memungkinkan melakukan suatu tindak kecurangan. Pada elemen Individual Capability terdapat beberapa komponen kemampuan (Capability) untuk menciptakan fraud yaitu :
·         posisi/fungsi seseorang dalam perusahaan,
·         kecerdasan (brain),
·         tingkat kepercayaan diri/ego (confident/ego), 
·         kemampuan pemaksaan (coercion skills),
·         kebohongan yang efektif (effective lying), dan 
·         kekebalan terhadap stres (immunity to stress).

Jadi, elemen – elemen dalam teori Fraud Diamond terdiri dari 3 elemen Fraud Triangle serta satu tambahan elemen, yaitu Pressure, Opportunity, Rationalization, dan Capability.

3.      Teori Fraud Pentagon
Teori ini dikemukakan oleh Crowe Howarth pada 2011. Teori fraud pentagon merupakan perluasan dari teori fraud triangle yang sebelumnya dikemukakan oleh Cressey, dalam teori ini menambahkan dua elemen fraud lainnya yaitu kompetensi (competence) dan arogansi (arrogance).

Kompetensi (competence) yang dipaparkan dalam teori fraud pentagon memiliki makna yang serupa dengan kapabilitas/kemampuan (capability) yang sebelumnya dijelaskan dalam teori fraud diamond oleh Wolfe dan Hermanson pada 2014. Kompetensi/kapabilitas merupakan kemampuan karyawan untuk mengabaikan kontrol internal, mengembangkan strategi penyembunyian, dan mengontrol situasi sosial untuk keuntungan pribadinya (Crowe, 2011). Menurut Crowe, Arrogance adalah sikap superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa kontrol internal atau kebijakan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya.

4.      Teori Fraud Scale

Teori ini dikembangkan bedasarkan 212 kasus fraud yang terjadi. Studi yang dikembangkan oleg Albrecht dkk. ini memperoleh data dari auditor internal berbagai perusahaan dan ditemukan bahwa pendeteksian fraud sangatlah sulit, apalagi dilakukan oleh kelompok yang juga sulit untuk dideteksi keberadaannya. Teori ini menggunakan dua komponen dari teori segitiga fraud yaitu pressure dan opportunity, serta menambahkan sebuah komponen baru yaitu integritas seseorang. Dalam teori disebutkan jika seluruh komponen dalam keadaan seimbang maka kemungkinan risiko fraud juga akan netral. Kemudian jika ada pressure yang tinggi, kemudian terdapat opportunity yang besar, disertai integritas yang rendah maka kemungkinan risiko fraud juga akan tinggi. Keadaan tersebut juga berlaku untuk sebaliknya.
Integritas seseorang sangat berkaitan dengan kemampuan merasionalisasi pikirannya dalam suatu tindakan kriminal. Integritas seseorang kemungkinan akan berubah dari masa lalu dikarenakan banyak faktor. Saat integritas seseorang tinggi maka akan mengurangi kemungkinan seseorang untuk bertindak kriminal.

5.      Teori M.I.C.E
Berbeda dengan the fraud scale, teori ini mengembangkan teori segitiga fraud yaitu komponen pressure. Diskusi terbaru menunjukkan bahwa motivasi dari pelaku fraud dapat lebih tepat diperluas dan diidentifikasi dengan singkatan M.I.C.E. (Kranacher et. Al. 2011): M: money, I: ideology, C: coercion, dan E: ego (entitlement).
M-I-C-E memodifikasi sisi tekanan dari Segitiga Fraud, karena menyediakan kumpulan perkembangan motivasi dari tekanan keuangan non-shareable. Uang dan ego tampaknya merupakan motivasi umum untuk fraud. Sejarah kasus Madoff, Stanford, Enron, WorldCom, Adelphia, Phar-Mor, dan ZZZZ memberikan contoh terbaik di mana pelaku yang dihukum tampaknya dimotivasi oleh ego atau hak, serta uang.
Ideologi mungkin motivasi yang kurang sering menjadi dasar kejahatan kerah putih. Dari perspektif etika, dengan ideologi, tujuan membenarkan maksud. Pelaku mencuri uang atau berpartisipasi dalam tindakan fraud atau kejahatan keuangan menggunakan argumen bahwa mereka mencapai beberapa dirasakan baik lebih besar.
Pemaksaan menggambarkan kondisi di mana seorang individu tidak bersedia, tapi tetap dipaksa berpartisipasi dalam skema penipuan. Sebagai contoh, mengacu lagi untuk kasus Walmart-Coughlin, Patsy Stephens menggugat Thomas Coughlin mengklaim bahwa ia dipaksa mengirimkan voucher dan pencucian uang melalui rekening bank sendiri (Putih 2008). Demikian pula, Betty Vinson, seorang terpidana WorldCom tingkat menengah akuntan, melaporkan bahwa ia diperintahkan untuk membuat entri akuntansi palsu (Pulliam 2003).
Sebagai perangkat pengajaran dan alat penelitian untuk mengidentifikasi motivator, modifikasi kebutuhan keuangan non-sharable yang dijelaskan oleh Cressey (1950), M.I.C.E. mudah diingat dan menyediakan kerangka kerja yang diperluas untuk memeriksa tekanan. Konsisten dengan Ramamoorthy et al. (2009), konstruk teori ini mengingatkan instruktur dan siswa bahwa motivasi merupaka seusatu yang kompleks. M.I.C.E. juga menunjukkan untuk kemungkinan kolusi yang secara teknis dalam komponen kebutuhan keuangan non-sharable Cressey ini tidak.

6.      Teori G.O.N.E
Pemikir Jack Bologne mengatakan, akar penyebab fraud ada empat: Greed, Opportunity, Need, Exposes. Dia menyebutnya GONE theory, yang diambil dari huruf depan tiap kata tadi.
·         Greed terkait keserakahan dan kerakusan para pelaku fraud.
·         Opportunity terkait dengan sistem yang memberi lubang terjadinya fraud. Sistem pengendalian tak rapi, yang memungkinkan seseorang bekerja asal - asalan. Mudah timbul penyimpangan. Saat bersamaan, sistem pengawasan tak ketat. Orang gampang memanipulasi angka. Bebas berlaku curang. Peluang korupsi menganga lebar.
·         Need berhubungan dengan sikap mental yang tidak pernah cukup, penuh sikap konsumerisme, dan selalu sarat kebutuhan yang tak pernah usai.
·         Exposes berkaitan dengan hukuman pada pelaku fraud yang rendah. Hukuman yang tidak membuat jera sang pelaku maupun orang lain. Deterrence effect yang minim.




Sumber :
1.       http://spi.uin-alauddin.ac.id/index.php/2016/09/15/segitiga-fraud-fraud-triangle/
2.       http://tiyastiyastiyas.blogspot.co.id/2015/10/fraud-diamond-bagi-seorang-auditor.html
3.       http://asihcahyani28.blogspot.co.id/2016/11/teori-teori-kecurangan-fraud.html
4.       https://roeshanny.wordpress.com/2009/02/04/gone-theory/

5.       https://www.academia.edu/28859477/Ringkasan_Eksekutif_The_Evolution_of_Fraud_Theory.docx?auto=download  






Rafika Agustiani
C1C014035
Audit Investigasi dan Forensik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fraud Tree

Ada 3 (tiga) kategori utama dalam pohon fraud yaitu : 1.       Corruption Fraud (Korupsi) Biasanya dimotivasi oleh tekanan ekonomi. Namun, corruption fraud seringkali didorong oleh motif bisnis (ekonomi), seperti skema penyuapan untuk memperoleh akses pada pasar yang tidak dapat diakses pihak lain. Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara – negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang / konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah / ilegal (ilegal gratuities), dan pemasaran secara ekonomi (economic extortion)

IT CONTROL (PENGENDALIAN KOMPUTER)

IT CONTROL adalah hal yang penting. Pengendalian ini, yang secara khusus berhubungan dengan lingkungan IT dan audit TI, terbagi ke dalam dua kelompok umum : Pengendalian umum dan pengendalian aplikasi. ·          Pengendalian Umum (general control) berkaitan dengan perhatian pada keseluruhan perusahaan, seperti pengendalian atas pusat data, basis data perusahaan, pengembangan sistem, dan pemeliharan program. Pengendalian umum pada perusahaan dilakukan terhadap aspek fiskal maupun logikal. Aspek fiskal dilakukan terhadap asset-asset fisik perusahaan, sedangkan aspek logikal terhadap sistem informasi di manajemen. ·          Pengendalian aplikasi (application control) memastikan integritas sistem tertentu seperti aplikasi pemrosesan pesanan penjualan, utang usaha, dan aplikasi penggajian.   Pengendalian aplikasi berkaitan dengan system akuntansi dan elemen prosedur-prosedur pengendalian dalam struktur pengendalian intern EDP. Pengendalian ini dirancang untuk menghasilkan kepastia